Ada Cerita dari Kopi Owa: Kopi Konservasi Khas Petungkriyono

Secangkir Kopi Owa yang telah diseduh.

Pejumpaan awal saya dengan Kopi Owa bermula dari kiriman whatsapp disebuah grup komunitas saat saya masih di Yogyakarta dulu. Kiriman itu berisi undangan diskusi bertema Perlindungan Satwa Liar melalui Potensi Lokal dengan pembicara dari SwaraOwa Petungkriyono. Fokus utama saya pada saat itu adalah kata “Petungkriyono” yang tertera pada pamflet online tersebut. Mengapa? Karena tempat itu adalah tempat favorit saya sejak saya pertama kali berkunjung ke sana semasa SMA. 

Petungkriyono merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Pekalongan yang berbatasan dengan daerah Wonosobo. Bagi saya, Petungkriyono adalah tempat yang begitu eksotis. Pohon-pohonnya tumbuh begitu abstrak dan saling bertautan satu dengan yang lain hingga membentuk percampuran yang sempurna. Sangat berbeda dengan hutan homogen yang sering dijadikan tempat wisata. 
Rimbunnya Hutan Sokokembang

Jadi dengan motivasi ingin mengetahui “ada apa dengan Petungkriyono" saya pun memutuskan untuk mengikuti diskusi tersebut. Masa iya orang yang asli Pekalongan nggak tahu apa yang terjadi dengan daerahnya. Kebetulan juga ada free takjil waktu itu haha padahal cuma teman saya sih yang puasa. Tapi ya itulah asiknya berteman dengan siapa saja. 

Tantangan pun harus kami -saya dan seorang kawan- hadapi ketika menuju lokasi diskusi. Lha diskusinya di sebuah kafe kan aku gak apal tempatnya, maklum kami-kami ini penggemar angkringan. Haha dasar mahasiswa kismin... Pada akhirnya kami pun sampai di tempat dengan selamat tapi agak telat.

Pada diskusi ini Pak Arif Setiawan selaku pembicara menjelaskan bagaimana kisahnya dalam melakukan konservasi primata Owa Jawa (Hylobates Moloch) di Hutan Sokokembang, Desa Kayupuring, Kec. Petungkriyono, Kab. Pekalongan. Ia menjelaskan bahwa primata ini termasuk salah satu satwa dilindungi yang dikategorikan terancam punah oleh lembaga konservasi dunia (IUCN). Ia juga mengatakan bahwa ancaman terbesar primata ini adalah hilangnya hutan alam sebagai habitatnya karena pembalakan liar dan perburuan satwa ditambah pesatnya pertumbuhan manusia. Tahu sendirikan gimana padatnya Jawa Tengah?
Kampanye yang dilakukan komunitas SwaraOwa

Kegiatan konservasi primata endemik Jawa ini bermula saat Pak Arif melakukan sebuah project penelitian pada tahun 2007 hingga munculnya inisiasi program “Kopi dan Konservasi Primata” pada tahun 2012. Pak Arif pun menceritakan bahwa sebenarnya ia belum begitu mengetahui seluk-beluk kopi pada saat itu, namun setelah menganalisis ternyata dengan “kopi hutan” asli dari Hutan Sokokembang ini yang pada hakikatnya adalah kearifan lokal, dapat menjadi alternatif jawaban permasalahan ekonomi yang membelit masyarakat sekitar. 

Kopi hutan ini adalah kopi liar yang tumbuh di rimbunnya Hutan Sokokembang. Diceritakan bahwa dahulu nenek moyang merekalah yang sempat menanam beberapa pohon kopi yang kini menyebar secara alami di dalam hutan. Jadi tidak perlu membabat hutan lagi untuk menanam kopi.

Ia pun membuat pelatihan-pelatihan seputar pengolahan kopi hingga pemasarannya. Kopi yang dulu hanya dijual mentah dengan harga murah kini menjadi produk olahan home industri yang tentunya membuat harga jual kopi meningkat. Alhasil masyarakat yang dulu pemburu liar atau penebang pohon ilegal perlahan mau menerima kehadiran “Kopi Owa” yang juga mempunyai nilai ekonomis. Cerdasss lurr...

Berarti disini saya melihat bahwa sejatinya masyarakat mau berubah ke arah yang lebih baik jika mereka ditawarkan solusi. Solusi dapat hadir dari mengoptimalkan potensi yang dimiliki dan peluang yang ada. Namun, ada satu yang membuat saya kecewa dalam diskusi ini. Lha tak kiro meh disuguh Kopi Owa itu jebul ora padahal dari nama kafenya aja AOA kan hampir mirip dengan OWA ya? Memang kali ini saya yang salah penerawangan... kurang cadasss gitu

Penasaran masih tersisa dalam benak kami tentang bagaimana bentuk dan wujud Kopi Owa. Sejak saat itu saya bertekad akan mampir ke Petungkriyono untuk mencicipi kopi tersebut. 
Tampilan Kopi Owa yang siap dijual.
Akhirnya mimpi yang saya idam-idamkan itu terwujud pada bulan desember 2018 kemarin. Kali ini saya hanya sendiri, karena saya sudah terpisah jarak dengan konco dolan saya. Ya tak apalah. Di basecamp saya bertemu dengan Pak Tasuri selaku ketua kelompok usaha Kopi Owa tersebut. Disana pun saya berhasil memverifikasi informasi yang saya peroleh saat diskusi dahulu dan semuanya valid.

Pak Tasuri sempat berkata bahwa dia dahulu juga bagian dari perambah hutan itu namun sekarang ia sudah sadar dan bahkan bisa mencintai lingkungan lebih lagi. Kini beliau menjadi petani kopi yang inspiratif menurut saya. Mau berpikir terbuka dan mau berubah ke arah yang positif. Contoh dimana petani bisa maju tanpa harus alih profesi.

Trimakasih SwaraOwa dan sahabat konservasi dimanapun berada serta masyarakat yang begitu saya sayangi. Semangat selalu untuk petani-petani sejagat nusantara semoga diberkati selalu. Trimakasih karena dengan kalian saya dapat belajar tentang kehidupan. 

Salam Lestari! Salam Literasi!
Petani Bercerita! Menolak Diam!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita di Balik Panen Daun Jeruk Purut

Review Buku "Pasung Jiwa" Okky Madasari