Kasak-kusuk Sekolah di Rumah saat Corona
![]() |
Anak sedang bermain dengan buku (Doc. Pribadi) |
Banyak orang yang hanya menganggap belajar itu ya di sekolah aja. Keluar dari bangunan sekolah berarti udah gak belajar lagi. Nah padahal sejatinya belajar itu bisa dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja.
Berkat wabah Corona ini, pemerintah mewajibkan belajar dari rumah, ibadah dari rumah, pokoknya apa aja dari rumah ya. Tapi bukan rumah tetangga hehe. Memang dalam pelaksanaan belajar dari rumah ini tidak semulus jalan tol. Ada suka dan ada dukanya baik bagi orang tua maupun guru.
Berdasarkan pengalamanku, lumayan banyak orang tua yang mengeluh karena anak-anak gak mau mengerjakan tugas yang diberikan sekolah. Ada pula orang tua yang menganggap belajar dari rumah ini sungguh merepotkan. Ada pula guru yang memberikan tugas satu LKS tebal harus selesai dalam 1 minggu padahal materinya belum dipelajari. Duh duh.. itu tugas apa hukuman ya?
Dari hal ini nampaknya, kebiasaan belajar di rumah, belajar dalam keluarga, belajar bersama orang tua itu belum terbangun. Bisa jadi selama ini sekolah dianggap sebagai "proyek pasrah bongkokan" (pokoknya pendidikan itu ya tugasnya guru dan sekolah bukan orang tua). Nah orang tua yg seperti ini pasti keder dengan adanya kebijakan sekolah dari rumah ini.
Nah dengan adanya Musibah Corona ini setidaknya dapat mengajak kembali orang tua peduli pada proses belajar anak. Keluarga kembali menjadi ruh pendidikan anak. Keluarga menjadi "guru" bagi anak. Bukan peran yang sepele bukan?
Dari hal ini nampaknya, kebiasaan belajar di rumah, belajar dalam keluarga, belajar bersama orang tua itu belum terbangun. Bisa jadi selama ini sekolah dianggap sebagai "proyek pasrah bongkokan" (pokoknya pendidikan itu ya tugasnya guru dan sekolah bukan orang tua). Nah orang tua yg seperti ini pasti keder dengan adanya kebijakan sekolah dari rumah ini.
Nah dengan adanya Musibah Corona ini setidaknya dapat mengajak kembali orang tua peduli pada proses belajar anak. Keluarga kembali menjadi ruh pendidikan anak. Keluarga menjadi "guru" bagi anak. Bukan peran yang sepele bukan?
Disaat anak-anak lebih memilih bermain di rumah itu bukan salah anak-anak, bisa jadi itu memang kebiasaan yang dibangun sejak kecil oleh orang tua. Toh memang tugas utama anak-anak kan bermain. Tinggal gimana dengan "bermain" itu anak-anak bisa belajar. Kuncinya adalah kesabaran dan perhatian dari orang tua.
Disisi lain saya juga gak tega melihat anak SD yang diberi tugas seabrek seolah-olah dengan begitu anak akan lebih pintar. Ingat ya murid itu subyek bukan obyek maka hargailah mereka sebagai manusia yang tidak bisa kamu jejali dengan semaunya. Apalagi sampai jiwanya tertekan berlebihan akibat tugas sekolah. Hdehhhh... tugas kayak gitu mah tambah bikin murid terbirit-birit kalau disuruh belajar.
Mbok ya.. kalau memberi tugas itu yang konstekstual sama kondisi di rumah mereka dan tidak melebihi kapasitas murid. Tugas yang enjoy saat dilakukan. Tugas yang dapat dipahami orang tuanya. Tugas yang demokratis. Tugas yang mungkin dikerjakan di rumah.
Mbok ya.. kalau memberi tugas itu yang konstekstual sama kondisi di rumah mereka dan tidak melebihi kapasitas murid. Tugas yang enjoy saat dilakukan. Tugas yang dapat dipahami orang tuanya. Tugas yang demokratis. Tugas yang mungkin dikerjakan di rumah.
Bayangkan yah murid-murid ini terbiasa disuapi dulu sebelum mengerjakan soal-soal. Nah tiba saatnya belajar dirumah (saat musibah Corona) mereka disuruh mandiri, dengan cara mengerjakan soal setumpuk dalam waktu sesingkat-singkatnya tanpa tahu apa yang harus mereka jawab. Duhhh bagi mereka ini bencana yang sebenarnya daripada Corona.
Ya memang tidak semua guru diktaktor begini. Ini hanyalah salah satu kasus yang saya jumpai di lingkungan sekitar saya yang berarti tidak bisa digeneralisirkan.
Salam Literasi! Salam Lestari!
Komentar
Posting Komentar